Nurhayati Subakat, Pelopor Brand Kosmetik Islami di Tanah Air
Kesuksesan itu milik semua orang. Tanpa harus melihat garis keturunannya. Asalkan memiliki keinginan yang kuat dan mau bekerja keras dan berpikir cerdas. Sesuatu yang mustahil pun bisa terjadi. Terlebih ikhtiar itu diimbangi dengan kesalehan sosial dan ketaqwaan kehadirat illahi rabbi. Maka hasilnya pun akan berlipat ganda. Bukan hanya manfaat di dunia, di akherat pun akan mendapatkan ganjaran pahala.
Sekilas gambaran itulah yang telah dilakukan wanita hebat yang terlahir dari keluarga yang hidup dengan kesederhanaan. Ia adalah Nurhayati Subakat. Mungkin namanya tak setenar artis ibukota atau Presiden Joko Widodo sekalipun, namun siapa dinyana kiprah dan karyanya pun banyak kini banyak dirasakan manfaatnya oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Apa itu? merk kosmetik Wardah. Produk ini sudah tak asing lagi terdengar di telingga wanita Indonesia.
Bahkan bisnisnya itu kini telah berkembang pesat dengan meluncurkan sebanyak 9 brand kosmetik telah dilahirkan oleh perusahaan yang didirikanya melalui bendera PT Paragon Technology and Innovation.
Kesembilannya produk itu Putri, Wardah, Make Over, Emina, Kahf, Laboré, Biodef, Instaperfect, dan Crystallure. Perusahaan kosmetik dengan tagline "Feel the beauty", telah banyak merengkuh banyak
penghargaan di antaranya Beautyfest Asia 2017 sebagai Campaign Of The Year. Anugerah ini disematkan wardah karena dinilai memiliki strategi pemasaran yang unik, menarik dan inovatif.
Kini pengusaha yang masuk dalam daftar 25 pebisnis wanita paling berpengaruh di Asia versi Majalah Forbes 2018 ini telah sukses merintis usahanya bukan hanya berskala nasional, hingga mulai merambah bisninya ke mancanegara. Dia sendiri memulai home industry kosmetika di tahun 1985 dengan dua karyawan, namun kini PT Paragon Technology and Innovation (PTI) berkekuatan 12.000 karyawan.
Berangkat dari Keperihatinan
Berangkat dari sebuah keperihatinan tak membuat wanita kelahiran Sumater Barat, 27 Juli 1950 silam,menyerah terhadap keadaan. Jatuh bangun, bahkan sempat terperosok dalam lubang kegagalan, tak membuat wanita yang selalu menebar senyum ini mengangkat bendera putih. Terus bangkit dan belajar dari sebuah pengalaman membuat ibu dari 3 orang anak dan 7 cucu ini kian tangguh menghadapi badai cobaan.
Dimulai dengan meniti karir sebagai seorang apoteker dengan gaji yang terbatas, tak membuat dirinya berkecil hati. Malah wanita pertama peraih gelar Dr. (HC) sepanjang sejarah 1 abad ITB ini,menerimanya dengan lapang dada dan penuh keikhlasan. Meskipun cita-cita awalnya ingin mengabdi di dunia pendidikan. Sebagaimana harapan kedua orang tuanya. Tapi semua itu kandas setelah dirinya mencoba melamar menjadi dosen di almamaternya, namun ditolak. Padahal ia merupakan mahasiswa dengan lulusan terbaik di zamannya.
Tidak ingin larut dalam kesedian, ia mencoba mencari jalan rezeki lain. Sembari tak pernah lepas mengadahkan kedua tangganya untuk memohon pertolongan dari sang maha kuasa. Agar dapat menjadi orang yang memberikan manfaat bagi orang lain. Sikap itu seperti yang ditanamkan kedua orang tuanya, neneknya, suaminya dan pendidikan yang telah ditempuhnya. Berawal menimba pendidikan di SD Latihan SPG Padang Panjang (1957-1963), Madrasah Diniyyah Putri Padang Panjang (1963-1967), SMU 1 Padang 1970 hingga melanjutkan ke perguruan tinggi di kampus bergengsi di ITB dengan memilih il jurusan Apoteker 1976.
Dengan menyandang predikat sebagai lulusan terbaik. Kemudian menyelesaikan studinya S1 Sarjana Farmasi dengan memperoleh lulusan terbaik pada 1975. Jika dilihat dari prestasinya semasa sekolahnya, siapapun tak menyangkal bila anak keempat dari delapan bersaudara ini memiliki otak yang cemerlang. Rekam jejak hidup itu terungkap saat anak dari pasangan Abdul Muin Saidi dan Nurjah itu, mengisi materi dalam Fellowship Jurnalisme Pendidikan Batch IV. Kegiatan ini digagas Gerakan Wartawan Peduli Pendidikan berkolaborasi dengan PT Paragon Technology and Innovation, baru-baru ini.
Disiplin dan Kejujuran
Dari buah rasa syukur dan sikap disiplin serta kejujuran yang melekat dari kepribadiaanya, wanita yang kini genap berusia 72 tahun menemukan rezeki yang tak terhingga. Disinilah titik awal kebangkitan lulusan kampus terkemuka di tanah air ini mulai moncer karir hidupnya. Semula tinggal tinggal dan dibesarkan di tanah minang, ibu yang dikenal dengan sifat rendah hati itu, memilih hijrah ke ibukota bersama sang suami tercinta. Dari buah pernikahanya itu melahirkan 3 orang anak dan memiliki 3 orang cucu.
Mengenang ketika berada di wilayah kampung halamanya. ia sempat berulang kali mengajukan lamaran namun hasilnya tak sesuai dengan harapan.Alias ditolak dengan berbagai alasan.Semua itu tak membuat wanita itu prustasi.Malah menjadikanya sebagai cambuk. Karena pepatah menyebutkan, proses tidak akan membohongi hasil.
Ketika hidup bersama orang tua dan kakak maupun adiknya, Nurhayati diajarkan hidup bergotong royong dan saling bekerja sama dalam beragam hal, termasuk mengerjakan pekerjaan rumah. Bapak dan ibunya selalu menekankan agar putera dan puterinya selalu kompak dan bersatu dalam suka maupun duka. Termasuk harus memiliki kepekaan sosial yang tinggi terhadap warga yang tidak mampu. Saat menimba ilmu di madrasah ia banyak mendapatkan pendidikan agama yang kuat. Dan hal itu harus terpatri dan membentuk sebuah karakter yang mendarah daging.
Tidak ada kesuksesan tanpa cucuran keringat dan air mata. Prinsip hidup itulah yang terpatri dalam jiwanya. Alhasil,akhirnya seiring berjalanya waktu ia mendapatkan pekerjaan di sebuah perusahan besar dengan upah empat kali lipat dari pekerjaan sebelumnya.
Keluar dari Zona Nyaman
Namun setelah sekian lama bekerja akhirnya banyak suka dan duka ia alami. Kendati mendapatkan gaji yang sangat bernilai harganya, ia dihadapkan pada gaya kepemimpinan perusahan yang bertolak belakang dengan kepribadianya.Hingga alumni ITB jurusan Farmasi itu lebih memilih hengkang dan keluar dari zona nyaman. Belajar dari pengalaman hidupnya dan ditempa dari berbagai cobaan, akhirnya karakternya terbentuk dan jiwa bisnisnya pun mulai muncul.
Jiwa bisnisnya sendiri sebenarnya sudah mulai tertanam sejak ia masih sekolah. Didikan dasar dari nenek dan orang tuanya yang menguatkan dirinya, hingga menjadi wanita hebat seperti saat ini. Inspirasi hidupnya Nurhayati pun ada dari sosok ibundanya. Meski sudah ditinggal sang suami tercinta, namun tetap bersemangat mensekolah 8 buah hatinya hingga tamat di perguruan tinggi. Prinsip yang dipegang mutiara hidupnya itu dalam membina anak-anaknya yakni setiap kesulitan pasti ada kemudahan. Allah Swt tidak akan memberikan cobaan, melebihi kemampuanya.Pesan insipiratif dari ibunya itu yang selalu terngiang dan menguatkan kepribadiaanya.
Seiring berjalannya waktu sekitar tahun 1977 akhirnya Nurhati melepas masa lajangnya. Ia dipersunting lelaki idamanya bernama Hadi Subakat. Seorang mahasiswa yang sedang kuliah di Amerika Serikat. Setelah itu, dirinya mengikuti jejak suaminya tinggal di Jakarta. Setelah tiba di ibu kota, ia kembali mencoba mencari pekerjaan. Barawal dari informasi seorang teman semasa kuliah di ITB, jika ada apotek didaerah Kampung Melayu yang sedang cari apoteker. Berbekal informasi itu, Nurhayati pun mencoba melamar ke sana, namun tidak diterima.Tak patah semangat,Nurhayati kemudian terus berdoa agar mendapatkan pekerjaan yang di dambakan.
Tak lama dari itu, temanya pun memberikan kabar bahwa ada lowongan pekerjaan di salah satu industri kosmetik, bernama Wella Cosmetics yang sedang mencari apoteker.Lamarannya pun diterima dengan gaji empat kali lebih besar dari gaji yang ditawarkan apotek yang menolaknya.
Jatuh Bangun Meniti Karir
Berangkat dari pengalaman itu, Nurhayati meyakni bahwa sesuatu yang baik menurut manusia belum tentu baik menurut Allah Swt. Contohnya saat ia ditolak di Apotek, ternyata ada Apotek yang lebih baik dari itu.
Ternyata, inilah yang namanya rahasia Allah di balik itu semua peristiwa yang terjadi. Singkat cerita, Nurhayati memulai kiprahnya di industri kosmetik. Dia bekerja di perusahaan di Bogor selama kurang lebih lima tahun (1979-1985). Kariernya pun terus menanjak hingga berhasil memperoleh jabatan QC (Quality Control) Manager.
Di saat yang bersamaan, ia mulai mengenang nasihat ibundanya, agar memilih pekerjaan yang tidak terikat waktu dan bisa fokus mengasuh anak-anak di rumah. Terlebih di waktu yang bersamaan dirinya merasa tidak ada kecocokan dengan pimpinan perusahaan tempat bekerja. Hingga akhirnya ia memilih keluar dari zona nyaman. Inilah titik awal kebangkitan Nurhayati mendirikan sebuah perusahaan hingga tenar sampai saat ini.
Setelah tak lagi bekerja, Nurhayati memulai usahanya dengan home industry, dibantu dua orang karyawan yang latar belakangnya adalah asisten rumah tangga.Berbekal latar belakang pendidikan farmasi dan lima tahun pengalaman bekerja di salah satu perusahaan kosmetik multinasional, Nurhayati memutuskan mendirikan perusahaan pada tahun 1985. Perusahaan itu diberi nama PT Pusaka Tradisi Ibu (PTI), dengan tujuan utama dapat memberikan kontribusi yang besar kepada masyarakat. Ia memetik pelajaran dari lika- liku perjalanan keluarganya dan PTI,bahwa nilai inovasi dapat menjaga kelangsungan perusahaan. Inovasi berarti membuat sesuatu yang lebih baik dari hari kemarin.
Pelajaran itulah yang ia jalankan sejak mulai merintis usaha. Ia terdorong untuk memastikan produknya harus berkualitas dengan harga yang bersaing. Dari pengalaman bekerja di perusahaan kosmetik sebelumnya.
Penerima penghargaan ASEAN Business Award (ABA) 2019- kategori Women Entrepreneur ini terus mempelajari kemungkinan-kemungkinan untuk mencari substitusi bahan baku agar biaya lebih terjangkau, namun kualitas tetap terjaga.
Dimulai tahun tahun 1985 dengan dua orang karyawan, tahun 1990 perusahaan berkembang menjadi industri kecil dengan 25 orang karyawan. Tak ada usaha tanpa ujian. Sepertinya, kalimat itu benar adanya. Lima tahun setelah perusahaan berdiri, tepatnya di tahun 1990, perusahaan Nurhayati diuji dengan musibah kebakaran.
Musibah ini menyebabkan kondisi keuangan perusahaan minus karena masih memiliki utang usaha. Dilanda musibah yang cukup besar, Nurhayati sempat berpikir untuk menutup usahanya. Namun, pikiran itu cepat ia urungkan karena hal utama yang memotivasinya untuk bangkit lagi adalah para karyawan.
Pertolongan Allah SWT
Dengan ikhtiar yang maksimal akhirnya Allah Swt memberikan pertolongan di tengah musibah yang menderanya. Yakni adanya bantuan dari relasi, yang menawarkan tempat untuk tinggal dan melanjutkan produksi. Kedua, terbitnya regulasi baru dari Bank Indonesia, yang mengharuskan semua bank memberikan kredit 20% pada usaha kecil. Sehingga, ketika kami mengajukan kredit sebesar 50 juta, kami justru mendapatkan 150 juta. Ketiga, adalah hasil dari hubungan baik antara kami dengan mitra kerja dan pemasok. Sehingga, walaupun kami belum bisa melunasi utang, mereka tetap mau mengirimkan bahan baku yang dipesan.
Di tahun 1995, berangkat dari kesulitan mencari kosmetik halal, dirinya mendapat sokongan dari kelompok komunitas, guna meluncurkan brand kosmetik Wardah. Yang kini dikenal sebagai pelopor brand kecantikan halal di Indonesia. Pada waktu itu, tidak pernah terbayangkan jika akhirnya Wardah bisa menjadi brand besar pemimpin pasar seperti sekarang.
Di tahun 1998, wanita peraih penghargaan Tokoh Perubahan Republika 2016 kembali diuji dengan krisis ekonomi moneter. Krisis ini benar-benar mengajarkannya untuk tidak menyerah dan bersama-sama membangun kembali ekonomi Indonesia lewat usaha nyata. Kala itu, banyak pesaing yang tidak sanggup lanjut berproduksi dan menutup usaha, tetapi Nurhayati dan timnya terus berusaha melanjutkan proses produksi, sehingga akhirnya pasar produknya pun semakin bertambah.
Setelah empat belas tahun dirilis ke pasaran, pada tahun 2009, perusahaan sepakat untuk me-relaunching Wardah dengan konsep yang lebih modern.Seperti kita ketahui, pada tahun 2009 terjadi tren hijaber booming di Indonesia. Wardah pun menjadi satu-satunya brand kosmetik halal yang dapat menjawab kebutuhan hijaber pada saat itu. Bagi Nurhayati, momentum ini lagi-lagi merupakan salah satu pertolongan Allah. Tidak ada kejadian tanpa seizin Allah, sehingga tahun 2009, bersamaan dengan konsep baru dari Wardah dan tren hijaber yang semakin meluas, penjualan Wardah pun berkembang sangat pesat.
Kendati saat ini berada di atas puncak kesuksesaknya, Nurhayati teringat pesan kedua orang tuanya meski hidup serba berkecukupan, tidak boleh sombong, tapi harus bersikap rendah hati.
Karena ibunnya pernah berpesan, hidup ini seperti roda pedati. Ada saatnya kita berada di atas, ada saatnya kita berada di bawah.
5 Karakter Hidup Bermakna
Rahasia di balik besarnya bisnis yang dirintis Nurhayati ternyata berpegang pada lima nilai yang menjadi kunci utama. Kelimanya adalah ketuhanan, kepedulian, kerendahan hati, ketangguhan, dan inovasi.Karakter ini telah dipupuk oleh orang tua sejak kecil, semakin terbentuk di masa sekolah, dan terbukti saat diterapkan sebagai budaya di PT Paragon. Lima karater tersebut adalah Ketuhanan, Kepedulian, Kerendahan Hati , Ketangguhan dan Inovasi.
Pertama, Nilai ketuhanan itu menitikberatkan pada keyakinan atas keberadaan Tuhan Yang Maha Esa mampu menciptakan optimisme dalam setiap langkah Paragon. Kedua pada aspek kepedulian, tertanam betul bahwa sebagai makhluk sosial, haruslah menjunjung tinggi nilai kebersamaan dan memupuk kepedulian terhadap sesama. Hal ini tak lain untuk kebermanfaatan bagi orang lain.
Kemudian, Kerendahan Hati. Nilai ini berangkat dari kesadaran bahwa hanya Tuhan sajalah yang maha sempurna. Manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Karena itu, sangat penting menumbuhkan sikap (attitude) dan perilaku (behaviour) untuk selalu mengoptimalkan sumber daya yang ada sesuai dengan kebutuhan dan keadaan tanpa berlebihan, saling menghormati dan menghargai perbedaan yang ada demi kepentingan bersama dan mau belajar kapan saja, di mana saja, dan dari siapa saja.
Selanjutnya, keempat ketangguhan yang di dalamnya terdapat ketekunan dan daya juang tinggi menjadi karakter yang tidak kalah penting. Begitu juga dengan inovasi. Berkat nilai inilah, Paragon mampu berkembang dan melahirkan produk-produk baru untuk memenuhi kebutuhan konsumen.Terakhir, Inovasi. Nilai ini berangkat dari tekad melayani dan menyajikan yang terbaik kepada para pelanggan. Inovasi haruslah ditopang oleh sumber daya manusia yang visioner dan kreatif menciptakan terobosan baru untuk menjadi yang terdepan dan berpikiran terbuka dalam menggali dan mengolah beragam informasi secara analitis dan sistematis. Selain itu, diperlukan juga individu-individu yang antisipatif, gesit, dan responsif dalam merespons setiap perubahan.
Kini PTI adalah sebuah nama bagi perjalanan panjang dan kerja keras yang dimulai sebagai industri rumahan dengan hanya dua orang karyawan, pada tahun 1985. Selain itu, sejatinya, perjalanan perusahaan yang kini telah diperkuat dengan 12.000 orang karyawan ini, tak bisa dipisahkan dari lintasan sejarah yang lebih panjang. Banyak pelajaran hidup dipetik dari perusahan pelopor kosmetik halal di tanah air ini. (Jejep Falahul Alam/KC).***