Home Nasional Jawa barat Majalengka Keislaman Aswaja Khutbah Opini Sejarah BIOGRAFI MWC NU BANOM LEMBAGA PC NU Pendidikan PONPEST Serba - serbi DOwnload

Ponpes Raudlatul Mubtadi'in Salah Satu Pesantren Tertua di Majalengka

Ponpes Raudlatul Mubtadi'in Salah Satu Pesantren Tertua di Majalengka
Beralamat di Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka || situs resmi NU Majalengka numajalengka.or.id
Beralamat di Desa Cisambeng Kecamatan Palasah Kabupaten Majalengka || situs resmi NU Majalengka numajalengka.or.id

Oleh : Royan Fakhrurozi, S.Pd. (Santri Ponpes Raudlatul Mubtadi'in Cisambeng)

 

Keberadaan Pondok Pesantren sebagai basis penyebaran agama islam di Indonesia telah berjalan berabad-abad lamanya. Secara pasti tidak diketahui kapan pertamakali pola pendidikan macam pesantren ini dimulai. Terkait hal ini banyak para Sejarawan yang berselisih faham terkait hal ini. Akan tetapi demikian bisa kita simpulkan sebenarnya pondok pesantren sudah ada sejak zaman Walisongo.

 

 

Bahkan dalam pondok pesantren ditemukan seperti kyai, santri dan beberapa kitab yang diaji, bisa ditemukan juga ketika pada masa pemerintahan Pakubuwono II, yakni sekitar abad ke-8.(Amin Haedari:2005).

 

Beberapa sejarawan mengartikan bahwasanya, pesantren berasal dari bahasa sansekerta yakni “ sastri” Kemudian diberi imbuhan pe- dan -an kemudian menjadi  "pesastrian” atau orang yang mempelajari sastra atau kitab sehingga menjadi sebuah kata ‘’ pesantren”  dan orang yang belajar ditempat tersebut jadilah “ "sastri” atau Santri. 

 

Pada masanya Islam hadir di Nusantara disaat kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha sedang mendominasi di Nusantara, sehingga sebagai pusat dakwah dan penyebaran agama islam pondok pesantren tidak hanya dijadikan tempat sarana dakwah tetapi dijadikan juga sebagai pusat pendidikan dan basis perjuangan terutama pada masa penentangan kolonialisme dan imperialisme yang ada di Nusantara.

 

Di Kabupaten Majalengka sendiri tepatnya di Desa Cisambeng Kecamatan Palasah terdapat sebuah pondok pesantren yang terbilang sudah tua yakni, Pondok Pesantren Raudlatul Mubtadi’in Cisambeng berdiri sejak lebih dari setengah abad yang lalu, tepatnya pada tahun 1961. Pesantren ini didirikan oleh seorang Ulama yang sangat waro' dan Istiqomah dalam beribadah yakni, Mama KH. Muhammad Qusyaeri dan Istrinya Mimi Hj. Fikriyah Amin yang merupakan putri dari Ulama sepuh Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon yakni Mbah KH. Amin Sepuh.

 

Mimi Hj. Fikriyah Amin sendiri merupakan salah satu tokoh perempuan di Majalengka yang pertama kali mendirikan Muslimat NU dan merupakan Organisasi Badan Otonom Nahdlatul Ulama di Kabupaten Majalengka. Bahkan sampai saat ini pun perjuangannya masih terus dilanjutkan oleh putrinya yakni, Ny. Hj. Minatul Maula, S.Pd yang merupakan Ketua Pimpinan Cabang Muslimat NU Kab. Majalengka sampai sekarang.

 

"Jejak Ponpes Raudlatul Mubtadi'in Cisambeng sebelum dibabak-babak oleh KH. Muhammad Qusyaeri sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu, namun pada waktu itu namanya bukan pesantren tetapi lebih kepada, "Paguron/Padepokan" dan yang mengajar para santri pada waktu itu tidak lain adalah leluhurnya Mama KH. Muhammad Qusyaeri seperti Mama Kiai Buyut Tasih, Kiai Murta, Kiai Dawud sampai kepada Kiai Sholeh yang merupakan ayah dari KH. Muhammad Qusyaeri sendiri, kemudian di lanjutkan oleh putranya KH. Muhammad Qusyaeri setelah pulang dari pesantren dan menikahi putri Mbah Kiai Amin Sepuh", begitulah pungkas (Alm.) Wa Lebe Harom ketika bercerita semasa hidupnya.

 

Kendati dikatakan sebagai pesantren yang terbilang tua, pesantren ini pun sampai saat ini masih tetap eksis dalam menyebarkan dan mengajarkan nilai-nilai keislaman, meskipun para pendahulunya sudah meninggalkan lebih dulu, tetapi putra-putrinya dan cucunya masih tetap melanjutkan perjuangan daripada KH. Muhammad Qusyaeri.

 

Saat ini Ponpes Raudlatul Mubtadi'in Cisambeng di pimpin oleh Nyi. Hj. Minatul Maula dibantu putra-putrinya setelah sepeninggal suaminya yakni Almaghfurllah KH. Ahmad Fauzi. Diantara putra putri beliau yakni, K. Abdullah Amin, S.Kom, KH. Dr. Agus Rofi'i, M.Pd, Ustdzh. Liha Malihatul Ulfah, S.Pd. dan Ust. Ibnu Hajar, S.Pd.

 

Di bawah kepemimpinan Nyi. Hj. Minatul Maula dan putra-putrinya, sampai saat ini Ponpes Raudlatul Mubtadi'in Cisambeng masih tetap eksis dan mengadakan pembelajaran yang lebih kompherensif dan mengalami pembaharuan sistem sesuai dengan tuntutan jaman. Dalam hal ini prinsip “ Al-Muhafadhoh ‘ala Al-Qodimi Al-Shalih wa Al-Ahdlu bi Al-Jadidi Al-Aslah” dijadikan sebuah prinsip dalam menjalankan dan mengembangkan pesantren.

 

Meskipun begitu, sistem-sistem terdahulu yang ada di pesantren masih tetap dilestarikan, seperti pengajian kitab klasik (kitab kuning), dan metode-metode tradisional seperti "Bandongan dan Sorogan".

 

Menurut KH. Dr. Agus Rofi'i menuturkan bahwasanya, " Disamping tradisi pesantren tradisional yang tidak dihilangkan, di Ponpes Raudlatul Mubtadi'in juga dilatih keterampilan dan skill pengembangan bahasa Inggris, Arab dan yang terbaru sekarang bahasa Jepang. Hal ini untuk membekali para santri, supaya kelak ketika keluar dari pesantren sedikitnya sudah mempunyai bekal yang mudah-mudahan bisa bermanfaat kelak di masyarakat." begitulah ungkapnya.


Sejalan dengan itu misi dari Ponpes Raudlatul Mubtadi'in sendiri yakni untuk mencetak insan yang berilmu dan berakhlaqul karimah sesuai dengan tuntunan Al-Qur’an dan Assunnah ( Al-Hadist ) yang mampu menghadapi segala tantangan untuk terjun ke Masyarakat sebagai penggerak  pembangunan bangsa ( Nation Building ). Adapun motto dari Ponpes Raudlatul Mubtadi'in yakni "Bila ingin Pintar rajinlah belajar, bila ingin benar rajinlah berjama’ah” motto ini sekaligus dawuh daripada Almaghfurllah KH. Muhammad Qusyaeri yang menjadikan spirit bagi Ponpes Raudlatul Mubtadi'in Cisambeng.

 

Sampai saat ini pun, banyak para alumni yang tersebar di seluruh pelosok kampung-kampung dan menjadi penerus dalam melanjutkan perjuangan KH. Muhammad Qusyaeri.

 

Menurut Ust. Iwan Irwanto seorang mubaligh kondang yang akrab disapa Kiai Anom oleh jam'iyah pengajian dan merupakan Alumni Ponpes Raudlatul Mubtadi'in juga mengungkapkan bahwasanya, "salah satu dawuh KH. Muhammad Qusyaeri yang selalu teringat oleh Alumni sampai saat ini adalah “tong jadi santri kecemplung batu” begitulah dawuh Mama Kiai Muhammad, bila kita telusuri Istilah ini merujuk kepada filosofi bahwasanya seorang santri tidak boleh seperti batu yang masuk ke air dan tidak kembali lagi atau bila kita maknai yakni, santri tidak boleh putus silaturahmi baik kepada pesantren, orang hidup atau pun yang sudah meninggal. Hal ini sejalan dengan amalan beliau yang tidak pernah terlewat yakni "amalan istiqomah silaturahmi" yang telah dicontohkan oleh beliau semasa hidupnya." begitulah ungkapnya.

 

Semoga kita khususnya sebagai generasi penerus bangsa ini mendapatkan barokah Mama KH. Muhammad Qusyaeri dan beliau ditempatkan di sisi Allah yang terbaik. AmiinLahul Fatihah..